Wanita ke-100
Kamis, 20 Juli 2023 12:09 WIBSampai akhirnya tiba ke wanita ke-100. Jujur saja, ini bukan pilihanku sendiri, tapi atas saran seorang teman.
Wanita yang paling aku benci di dunia ini adalah seorang penulis, meskipun aku sendiri adalah seorang penulis. Maka dari itu, aku berjanji untuk tidak menikahi wanita seorang penulis, apalagi penulis fiksi.
Bagiku, wanita penulis adalah wanita yang tidak bisa aku lihat keasliannya seperti apa. Ia terlalu banyak terpengaruh oleh tokoh-tokoh yang ia ciptakan dalam karyanya, kemudian tidak punya prinsip hidup yang jelas di dunia nyata.
Tenang, aku tidak sedang menghina profesi penulis. Sebab aku sendiri pun seorang penulis. Maksudku, yang tidak aku suka adalah wanita yang menulis. Bukan profesi penulis itu sendiri.
Semua itu bermula ketika Lina, mantan pacarku itu mengecewakanku. Ia begitu terobsesi menjadi tokoh dalam ceritanya lalu kehilangan dirinya yang asli. Ia selingkuh dengan lelaki miskin yang ternyata adalah seorang CEO. Kisah itu sama persis dengan cerita novel yang ia tulis. Di situ aku benar-benar merasa kecewa, patah hati, dan benci.
Maka itulah aku tidak akan menikahi wanita seorang penulis, meskipun aku sendiri aku seorang penulis. Kata-kataku ini akan aku ulangi terus, kalau bisa akan aku katakan terus kepada semua orang dan memastikan satu persatu bahwa ia sudah mendengarku.
Karena wajahku ganteng, uangku banyak, aku pun mudah saja mencari ganti wanita manapun. Akhirnya kuputuskan mencari wanita lagi dan akan menikahi untuk pertama kali, tentu setelah menyeleksi wanita yang bukan penulis, apalagi penulis fiksi.
Sebenernya belum ingin menikah, tapi karena orang tuaku terus-menerus mendesak, akhirnya aku menyerah juga.
Setelah melalui seleksi yang ketat, pilihanku akhirnya jatuh kepada Sulastri, seorang perawat di rumah sakit. Wajahnya yang ayu, perangainya yang seolah ingin merawat siapapun itu membuatku yakin bahwa ia tidak akan mengecewakanku.
Sudah aku duga, ia tak menolak. Akhirnya kami pun menikah. Namun, ternyata ia tak seindah yang kubayangkan. Sebulan menikah sifat aslinya pun terlihat. Ia punya kebiasaan buruk yang sangat menjijikkan, buatku, yaitu gemar sekali makan sayur jengkol. Hingga ketika aku ingin menciumnya malam itu, aku dibuat muntah olehnya.
Besoknya langsung aku ceraikan.
Namun, bertambah lagi satu catatan dalam kamus hidupku. Kini tidak hanya wanita penulis saja yang aku hindari untuk aku nikahi, tapi bertambah satu, yakni seorang perawat. Aku tidak akan menikahi keduanya. Aku berjanji.
Kemudian aku mencari wanita lagi. Sekali lagi, karena aku ganteng dan kaya, aku mudah saja menemukan calon kembali.
Setelah menimang puluhan daftar calon, kali ini aku memilih Siti si guru paud. Yah, guru paud. Aku punya obsesi bahwa guru paud pastilah orangnya penyayang dan penyabar. Seperti ketika ia menghadapi polah anak-anak yang menjengkelkan. Pasti cocok denganku. Namun, setelah sebulan menikahinya, rasa tak puasku muncul lagi kembali. Ia ternyata penyuka warna loreng.
Ya, warna loreng. Jangan kau bilang aku keterlaluan gara-gara masalah yang mungkin menurutmu itu sepele. Bagiku sangat tidak sepele.
Asal tahu saja, aku sangat benci warna itu. Sebab, waktu kecil aku pernah hampir dicakar macan sewaktu rekreasi di ragunan. Sejak saat itu aku tidak mau berhubungan dengan warna loreng. Entah apapun itu, pokoknya yang mengandung warna loreng seketika kebencianku mencuat ke permukaan.
Aku baru tahu belakangan dia suka warna itu, ketika suatu malam tengah mengg*ulinya. Dalemannya ternyata warna loreng yang seketika membuat gairahku anjlok drastis.
Tak membutuhkan waktu lama. Besoknya segera aku ceraikan.
Kini bertambah menjadi 3 wanita yang tidak akan aku nikahi. Penulis, perawat, dan guru paud. Aku bersumpah.
Aku terus mengembara ke satu wanita ke wanita lain. Sudah banyak wanita yang aku nikahi, tapi ternyata kemudian menunjukkan sisi yang aku benci. Aku ceraikan. Cari lagi. Aku ceraikan. Cari lagi. Ceraikan lagi. Cari lagi. Begitu seterusnya.
Sampai akhirnya tidak sadar sudah sampai wanita ke-99.
Karena aku ganteng dan kaya, mudah saja aku melakukannya.
Semua sudah aku coba. Mulai dari wanita penulis, perawat, guru paud, instruktur senam, tiktokers, pengangguran, petani, sekertaris, admin ekspedisi, penjual rengginang, admin slot, sampai artis film dan penyanyi karaoke. Semuanya sudah aku coba dan semuanya pada akhirnya mengecewakan.
Aku bimbang. Aku gelisah. Tapi belum menyerah karena masih ingin mendesah.
Sampai akhirnya tiba ke wanita ke-100. Jujur saja, ini bukan pilihanku sendiri, tapi atas saran seorang teman.
Aku hendak dikenalkan seorang wanita, katanya dan yang jelas profesinya bukan seperti istri-istriku dulu. Aku sudah mengatakan syarat itu dan temanku pun tahu itu.
Aku terpaksa menerima tawaran temanku, karena jujur saja, lama-lama aku juga mulai kesulitan mencari calon wanita. Maksudku wanita yang profesinya tidak sama seperti wanita-wanita yang kunikahi sebelumnya. Karena mungkin, sudah terlalu banyak wanita yang kunikahi.
"Tenang, aku pastikan kali ini tidak mengecewakan. Di calon ke-100 ini, akan jadi ujung dari pencarianmu. Aku yakin!" kata temanku mempromosikan pilihannya. Melihat bagaimana percaya dirinya, rasa optimisku pun ikut bangkit.
"Kamu yakin?" tegasku dengan mata berbinar-binar.
"Ya!"
"Baiklah, sekarang sebutkan namanya dan profesinya apa?" tanyaku tak sabar lagi.
"Namanya Maya. Dia adalah seorang dokter di rumah sakit jiwa!" ujarnya sambil menepuk bahuku dengan mantap.
***
Tamat.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pahlawan
Rabu, 19 Juli 2023 14:49 WIBNggak Bahaya, Ta?
Rabu, 19 Juli 2023 14:49 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler